Blogger templates

Sabtu, 06 Februari 2016

MENEMPATKAN EKS GAFATAR SEBAGAI RAKYAT BERDAULAT


Pemukiman Gafatar Yang Dibakar, Mempawah Kalimantan Barat

Gafatar ramai diperbincangkan masyarakat kita pada beberapa pekan lalu. Merebaknya berita Gafatar diawali oleh laporan adanya orang hilang yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Yang paling santer adalah informasi raibnya dokter Rica Tri Handayani bersama anak balitanya. Dikabarkan raibnya dokter tersebut akibat bergabungnya beliau ke dalam organisasi terlarang (Gafatar). Organisasi ini merupakan organisasi yang dilarang pemerintah sesuai surat Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Nomor 220/3657/D/III/2012 tanggal 20 November 2012. Pelarangan tersebut disebabkan oleh sepak terjang Gafatar yang meresahkan masyarakat.
Hingga saat ini Gafatar masih hangat diperbincangkan, tentunya selain “Kopi Mirna”. Namun, siapakah yang tahu apa sebenarnya Gafatar?. Gerakan Fajar Nusantara. Begitulah orang-orang kebanyakan menjawab pertanyaan yang penulis ajukan. Sebagian lagi ada ada yang beropini bahwa Gafatar itu adalah gerakan yang menyesatkan. Disinyalir bahwa Gafatar mencampur adukkan agama Islam, Kristen, dan Yahudi sebagai pedomannya. Ajaran semacam ini dinamakan Milah Abraham. Sejatinya, Komunitas Milah Abraham adalah kamuflase dari pengikut Musadeq (nabi palsu) yang dahulunya bernama Al-Qiyadah. Jadi, Al-Qiyadah - Komunitas Milah Abraham – Gafatar adalah satu, yaitu pengikut Musadeq. Demikianlah yang menjadikan Gafatar dianggap sesat, meskipun Gafatar mendeklarasikan diri sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial dan kebudayaan. Namun, kesesatan tersebut masih melekat dalam ajaran yang dianutnya.
Anggota Gafatar mendiami Kalimantan Barat sebagai pemukimannya. Hal ini disebabkan Pulau Jawa sudah tidak kondusif bagi kehidupan mereka. Mereka ke Kalimantan atas dasar sukarela dan diniati untuk merubah nasib. Kelompok Gafatar membuka lahan untuk pemukiman dan bercocok tanam serta mengembangkan peternakan. Perpindahan ini dipicu lantaran wilayah Kalimantan cocok untuk pengembangan pangan dan cocok untuk beternak. Hal ini sesuai dengan garis organisasi yang ingin mewujudkan kedaulatan pangan. Pergerakan semacam inilah yang menjadi daya tarik bagi anggotanya agar ikut berpindah ke Kalimantan. Karena geografis disana lebih menjanjikan daripada hidup di Jawa. Begitulah alasan gafatar mengapa mereka mendirikan pemukiman di Kalbar. Mungkin ini sedikit pengantar perkenalan dan stigma “sesat?”nya Gafatar. Namun, ihwal kesesatan ini biarlah menjadi fokus kajian dari MUI dan masyarakat yang bersangkutan. Bila memang benar adanya penistaan agama dan ada bukti pelanggaran terhadap undang-undang biarkan hukum berbicara.
Dalam pembahasan ini, marilah kita menempatkan eks Gafatar sebagai warga negara Indonesia yang memiliki kedaulatan. Penulis menggunakan kata “eks Gafatar” dikarenakan organisasi ini telah dibubarkan oleh pengurusnya terhitung mulai 13 Agustus 2015, demikian kata mantan Ketua Umum Gafatar, Maful Muis Tumanurung. Selanjutnya, kita harus bersikap arif terhadap persoalan yang terjadi. Walau bagaimanapun yang tergabung dalam Gafatar adalah putra - putri ibu pertiwi yang tumpah darahnya harus dilindungi negara. Anggota eks Gafatar saat ini sedang terusik dan dikucilkan serta hak-haknya sebagai warga negara dilanggar oknum tertentu. Marilah kita menempatkan hak orang lain di atas emosi sesaat dan mari ciptakan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang berkeadaban.
Kewajiban Negara
Keberadaan negara adalah untuk memberikan keamanan dan keadilan bagi warga negaranya. Begitulah penulis mengartikan keberadaan negara secara sederhana. Menurut ahli politik, Miriam Budiardjo mengatakan bahwa setiap negara harus menyelenggarakan beberapa fungsi minimum; (1) melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama serta mencegah konflik-konflik yang terjadi di masyarakat, (2)mengusahakan kesejahteraan serta kemakmuran rakyatnya, (3) mengupayakan aspek pertahanan serta keamanan guna menjaga serangan dari luar dan rongrongan dari dalam negeri, (4) menegakkan keadilan bagi segenap rakyatnya melalui badan pengadilan yang telah ada serta diatur dalam konstitusi negara.
Demikianlah fungsi minimum yang harus dijalankan oleh negara. Bila kita mengaitkan dengan persoalan yang dialami eks Gafatar. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah mengambil langkah prograsif untuk rakyat tertindas (eks Gafatar). Diantaranya; Pertama, melindungi keselamatan eks Gafatar dari massa yang mengancam keselamatan jiwa. Termaktub dengan jelas dalam konstitusi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “....pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”. Konstitusi dengan tegas memerintahkan pemerintah untuk melindungi rakyatnya. Pun dengan eks Gafatar, selama ia masih setia kepada NKRI tentunya harus tetap dilindungi, terlepas dari indikasi kesesatan yang melekat pada mereka.
Kedua, pemerintah melakukan inventarisasi terhadap harta bergerak maupun yang tidak bergerak. Selain inventarisasi harta benda, pemerintah juga berkewajiban melindungi harta tersebut. Hal ini perlu dilakukan jika harta berupa rumah dan kepemilikan tanah tersebut diperoleh dengan baik dan sah menurut hukum yang berlaku. Karena kepemilikan harta benda juga dilindungi oleh konstitusi.
Ketiga, aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku pembakaran dan pengrusakan. Provokator dalam aksi ini harus dijerat hukum yang berlaku. Hal ini perlu dilakukan guna menjamin kepastian hukum itu sendiri. Semua tindakan yang melanggar hukum harus dikenai hukum. Dalam negara hukum tidak diperkenankan masyarakat melakukan tindakan sewenang-wenang. Apabila ada pelanggaran hukum, masyarakat hanya berkewajiban untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum. Biarkan yang berwajib menegakkan hukum yang berlaku.
Keberadaan pemerintah pemerintah yang seperti inilah yang dinantikan oleh masyarakat yang hidup dalam negara hukum. Dan penulis mengapresiasi tindakan pemerintah yang segera mengevakuasi eks Gafatar sebelum terjadi hal-hal bersifat negatif dalam skala yang lebih luas. Meskipun pemukiman eks Gafatar tetap tidak terselamatkan dari amukan massa, tapi penulis tetap mengapresiasi tindakan aparat keamanan.
Saling Menghormati Hak Warga Negara
Dalam serangkain pemberitaan mengenai Gafatar, kita menjumpai terjadinya aksi pembakaran pemukiman Gafatar yang terdapat di kalimantan barat. Aksi tersebut dilakukan oleh masyarakat yang menolak keberadaan Gafatar. Menurut hemat penulis, aksi pembakaran semacam ini tidak ada alasan apapun untuk mmbenarkan aksi kesewenangan di dalam negara hukum. Pembakaran harta milik orang lain dan segala aksi kekerasan sangat dilarang oleh undang-undang. Karena setiap tumpah daraj Indonesia memiliki hak yang sama. Maka biarkan saudara setumpah darah dan setanah air untuk menikmati hak hidup, hak kepemilikan harta benda, hak keamanan yang menjadi haknya.
Selain negara hukum, Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki masyarakat yang menjunjung nilai toleransi, sopan santun, dan nilai luhur lainnya. Nilai yang melekat pada bangsa timur seperti inilah yang seharusnya tetap dilestarikan.  Jangan sampai identitas luhur bangsa ini hilang akibat ulah anarkis yang dipicu perbedaan. Masyarakat alangkah lebih baik menyelesaikan perselisihan dengan jalan lebih arif. Dan apabila melihat pelanggaran hukum yang terjadi di dalam masyarakat hendaknya dilaporkan kepada pihak yang berwenang mengadili. Seperti yang penulis katakan datas, apabila terjadi pelanggaran hukum maka biarkan hukum yang berbicara. Toh di negara ini sudah ada aparat penegak hukum. Biarkan mereka bekerja sesuai prosedurnya.
                                                                                                          *Pena Hitam

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com